Mohon maaf, saya kurang setuju dengan adanya hukuman mati kepada seorang pidana.Karena itu melanggar HAM. Dan di dalam alkitab di 10 perintah Allah, ditegaskan disitu bahwa "Jangan membunuh" Dan saya mempunyai beberapa bukti sebagai berikut :
Kontra Pidana Mati Di Indonesia
Ditulis pada 04/30/2015, 11:18
Masyarakat Indonesia khususnya para
yuris terbelah dalam menyikapi pelaksanaan hukuman mati di Indonesia,
sebagian mendukung pelakasanaan hukuman mati dan sebagian lagi
menentangnya. Pada umumnya masyarakat yang menolak pemberlakuan hukuman
mati berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusi
(HAM) seperti yang selalu disuarakan oleh Kontras (Komisi Untuk Orang
Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan) dalam menentang pemberlakuan hukuman
mati.
Untuk menilai secara objektif tentang
pemberlakuan hukuman mati di Indonesia, ada baiknya untuk mencermati
pertanyaan yang dilontarkan oleh Sahetapy tentang pelaksanaan hukuman
mati Indonesia, beliau mengatakan, dapatkah secara ilmiah dijalin suatu
hubungan timbale balik antara pidana mati dan pancasila dan apakah
kesadaran hukum dari bangsa Indonesia masih dapat mengizinkan dan atau
mempertahankan pidana mati (baca: hukuman mati dalam Negara pancasila).
Roeslan Saleh, berpendapat tidak setuju adanya pidana mati di Indonesia
karena beberapa alasan, pertama, putusan hakim tidak dapat diperbaiki
lagi kalau ada kekeliruan, kedua, mendasarkan landasan falsafah Negara
pancasila, maka pidana mati itu bertentangan dengan perikemanusiaan.
Sebagaimana Roeslan Saleh, Sahetapy, juga mempunyai pendapat yang sama,
beliau menyatakan, hukuman mati bertentangan dengan Pancasila (baca:
Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007).
Sejalan dengan pendapatnya Roeslan Saleh
tersebut, Arief Sidharta, juga menolak pemberlakuan hukuman mati di
Indonesia, beliau mendasarkan pendaptnya terhadap Pasal 28I UUD 1945
yang menyatakan bahwa, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, beliau
menegaskan “hak untuk hidup” masuk ke dalam kelompok hak nonderogalbe,
berdasarkan asas lex superior derogate legi inferior. (baca: hukuman
mati dalam polemik).
Pendapat Arif Sidharta, menurut
pandangan penulis sangat lemah, karena dalam redaksi Pasal 28I tersebut
bukan hanya “hak untuk hidup” yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun, namun juga “hak untuk tidak disiksa” masuk dalam rumusan Pasal
28I UUD 1945tersebut, sedangkan hukuman dalam bentuk apapun merupakan
penyiksaan seprti yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP. Kemudian
pertanyaannya bagaimana dengan hukuman penjara dan lain-lainya seperti
yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, apakah kemudian setiap pelaku
kejahatan tidak dapat dihukum karena setiap orang berhak untuk tidak
disiksa sebagaiman Pasal 28I UUD 1945. Kalau kita mengacu kepada Pasal
28J UUD 1945 dimana Negara diberikan hak untuk memberikan
pembatasan-pembatas dengan undang-undang terhadap hak asasi manusia,
termasuk hak untuk hidup, maka hukuman mati adalah konstitusional karena
tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Selain itu, pemberian hukuman mati
terhadap tidak dapat dilihat dari satu aspek saja yaitu terpidana, namun
juga dari aspek yang lain yaitu dari akibat yang ditimbulkan dari
perbuatan terpidana, sebagaimana pendapat A Muhammad Asrun, beliau
menyatakan pemahaman yang benar terhadap pemberlakuan hukuman mati
terkait kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) seperti
kejahatan narkotika harus dilihat sebagai upaya perlindungan terhadap
hak hidup (the right to life) banyak orang (Baca: Putusan MK Nomor
2-3/PUU-V/2007).
Sejalan dengan pendapat A Muhammad
Asrun, menurut Didik Endro Purwo Laksono, Fungsi secara khusus dari
hukum pidana yaitu secara khusus ialah melindungi kepentinqan hukum
terhadap perbuatan, tindakan atau aktivitas atau kegiatan yang
membahayakan. Yang dimaksud dengan Kepentingan Hukum itu sendiri, yaitu :
kepentingan hukum terhadap nyawa manusia. Maknanya di sini yaitu bahwa
siapapun tidak boleh melakukan perbuatan, kegiatan, aktivitas yang
membahayakan atau melanggar kepentingan hukum yang berupa nyawa manusia.
Bagi siapa saja yang membahayakan atau melanggar kepentingan hukum
terhadap nyawa manusia, dapat dijerat dengan ketentuan KUHP, misainya
340 KUHP, 338 KUHP, 359 KUHP.
Bagaimana dengan sosiologis masyarakat
Indonesia berkenaan dengan pelaksanaan hukuman mati. Dilihat dari
keadaan masyarakat Indonesia sebelum dan pasca pelaksanaan eksekusi mati
yang baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah, maka dapat disimpulkan
bahwa mayoritas masyarakat Indonesia setuju dengan adanya hukuman mati,
khususnya terpidana kasus Narkotika. Karena tidak ada gerakan masyarakat
yang menolak terhadap eksekusi mati tahap II tersebut, kecuali hanya
sebagian kecil dari elemen masyarakat yang menolak hukuman mati.
Selain itu dari factor kesejarahan,
hukuman mati telah eksis atau diterapkan di bumi Nusantara sejak sebelum
kemerdekaan Indonesia untuk kasus kejahatan yang dapat merusak tatanan
sosial dan keseimbangan masyarakat sebagaimana yang diungkapkan Soepomo
(baca: pidana mati dalam Negara pancasila). Sebagaimana yang telah
menjadi kesepakatan dunia internasional bahwa kejahatan Narkotika masuk
kedalam kategori white color crime (kejahatan kerah putih)
sehingga penjatuhan pidana mati terhadap kejahatan tersebut sangat
wajar, karena Narkoba dan sejenisnya dapat merusak tatanan kehidupan
sosial masyarakat dan dapat mengancam keseimbangan masyarakat.
Dilisensi sebagai: Atribusi (CC BY)
Dikategorisasi sebagai: Pidana
Dibaca sebanyak: 15916 kali
sumber: http://www.hukumpedia.com/keluarga/pro-kontra-pidana-mati-di-indonesia
Dikategorisasi sebagai: Pidana
Dibaca sebanyak: 15916 kali
sumber: http://www.hukumpedia.com/keluarga/pro-kontra-pidana-mati-di-indonesia
0 komentar:
Posting Komentar